"Lakukanlah apa yang bermanfa'at untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya"

Rabu, 13 September 2017

Pentingkah Mursyid Dan Tasawuf

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i di kenal dengan nama Imam Al-GHazali lahir pada tahun 450 H / 1058 masehi di provinsi khurasan irak. beliau mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah sehingga beliau di beri gelar denga Hujjatul Islam. diantara banyak karya tasawuf yang beliau karang yang sangat terkenal sampai dengan sekarang ini adalah Ihya Ulumuddin (kebangkitan ilmu-ilmu agama). Imam Al-Ghazali pada mulanya bukanlah pengamal tasawuf bahkan beliau tidak begitu mempercayai penomena-penomena kekeramatan yang di alami oleh orang-orang shaleh, sampai Allah memberikan petunjuk kepada beliau sebagaimana yang beliau ceritakan berikut yang di kutip dari kitab Abdul Qadir Isa, "Hakikat Tasawuf"
Pada awalnya aku (Imam Al-Ghazali) adalah orang yang mengingkari kondisi spiritual orang-orang shaleh dan derajat-derajat yang di capai oleh para ahli ma'rifat. hal ini terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan mursyid-ku, Yusuf An.Nasaj. dia terus mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga aku memperoleh karunia-karunia ilahi. aku dapat melihat Allah dalam mimpi. Dia (Allah) berkata kepadaku, "Wahai Abu Hamid, tinggalkanlah segala kesibukanmu. bergaulah dengan orang-orang yang telah aku jadikan tempat untuk pandangan-Ku di bumi-Ku, mereka adalah orang-orang yang menggadaikan dunia dan akhirat karena mencintai-Ku." Aku berkata demi Kemuliaan-Mu aku tidak akan melakukannya kecuali Engkau membuatku dapat merasakan sejuknya berbaik sangka kepada mereka." Allah berfirman, "sungguh Aku telah melakukannya. yang memutuskan antara engkau dan mereka adalah kesibukanmu mencintai dunia. Maka keluarlah dari kesibukanmu mencintai dunia dengan suka rela sebelum engkau keluar dari dunia dengan penuh kehinaan. Aku telah melimpahkanmu cahaya-cahaya dari sisi-Ku Yang Maha Suci." Aku bangun dengan penuh gembira. lalu aku mendatangi syekh-ku Yusuf an Nasaj, dan menceritakan tentang mimpiku itu, dia tersenyum sambil berkata, "wahai Abu Hamid, itu hanyalah lembaran-lembaran yang pernah kami peroleh di fase awal perjalanan kami. jika engkau tetap bergaul dengan ku, maka mata hatimu akan semakin tajam.
Dari kisah yang telah di ceritakan di atas pengalaman Imam Al-Ghazali berjumpa Allah dalam mimpi atas bimbingan Guru Mursyidnya beliau sangat yakin dengan ilmu tasawuf yang selama ini tidak menjadi perhaitannya. pengalaman yang tidak pernah beliau alami sebelumnya walaupun telah hafal Al-Qur'an, ribuan hadits dan berbagai karya ulama-ulama besar. dan dari keterangan dari Guru Mursyid beliau ternyata perjumpaan dengan Allah dalam mimpi yang di alami oleh Imam Al-Ghazali itu hanyalah fase awal dari perjalanan Rohani. dan sudah barang tentu perjalanan-perjalanan spritual yang di alami Imam Al-Ghazali bisa juga di alami oleh orang lain asalkan memenuhi rukun dan persyaratannya. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa sangat penting bagi seseorang yang menempuh perjalanan rohani mempunyai seorang Guru Mursyid yang membimbing agar tidak tersesat sebagaimana yang beliau kemukakan :

"Diantara hal yang wajib bagi para Salik yang ingin Menempuh Perjalanan Spritual (jalan kebenaran) adalah bahwa ia harus mempunyai seorang Mursyid dan pendidikan spritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya, serta melenyapkan hal yang tercela".

Yang dimaksud pendidikan di sini, hendaknya bahwa seorang pendidik spritual menjadi seperti seorang petani yang merawat tanamannya, setiap kali melihat batu atau tumbuhan yang membahayakan tanamannya maka dia langsung mencabut dan membuangnya. dia juga selalu menyirami tanamannya agar dapat tumbuh dengan baik dan terawat sehingga menjadi lebih baik dari tanaman lainnya.

Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan seorang perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang Salik harus mempunyai seorang Mursyid. sebab Allah mengutus para Rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke jalan yang lurus. dan sebelum Rasulullah Saw wafat, beliau telah mentapkan  para khalifah sebagai wakil beliau untuk menunjukan manusia ke jalan Allah. begitulah seterusnya sampai hari kiamat.

Oleh karena itu seorang  Salik mutlak membutuhkan seorang Mursyid.

Beliupun berpendapat bahwa pada umumnya manusia tidak dapat melihat penyakit-penyakit jiwa mereka sendiri terkecuali orang-orang yang telah terbuka Hijabnya dan telah tercerahkan lewat bimbingan Mursyid. seseorang hanya dapat melihat kotoran saudaranya  tapi dia tidak bisa melihat kotorannya sendiri. seorang Mursyid atas karunia Allah dapat mengetahui penyakit-penyakit hati manusia, oleh karenanya Imam Ghazali berkata : "Apabila manusia ingin mengetahui penyakit-penyakit jiwanya hendaklah dia duduk di hadapan Mursyid yang mengetahui penyakit-penyakit jiwa tersebut dan menyingkap aib-aib yang tersembunyi.

Dia harus mengendalikan hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk Mursyidnya itu dalam melakukan mujahdah. inilah sikap seorang murid terhadap Mursyidnya atau sikap seorang sikap seorang pelajar terhadap gurunya. dengan demikian Mursyid atau gurunya akan dapat mengenalkan tentang penyakit-penyakit yang ada dalam jiwanya dan cara mengobatinya.

Di Era global sekarang ini pada umumnya orang selalu menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu-ilmu yang tidak berhubungan dengan dirinya sendiri dan melupakan tentang ilmu "Mengenal Diri". pembahasan mengenal diri di sini perlu kita ketahui pula bahwa pada hakikatnya dalam ajaran islam terdapat tiga konsep dasar di antaranya yaitu : "Syari'at, Thoriqot, dan Hakikat". 

Dari tiga konsep tersebut terdapat dua prinsip utama ialah : 'Ilmu dan Amal' penggabungan ilmu dan amal itulah yang kemudian kita kenal dengan "Tasawuf"  karena hakikatnya tasawuf adalah aplikasi dan penggabungan antara ilmu dan itu menunjukan bahwa kita telah berakhlak kepada Allah SWT. ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf adalah ilmu untuk penyucian hati dan ilmu untuk mengenal diri agar bisa mengenal Tuhan. karena tasawuf bukan sekedar ilmu yang di baca dan di hafal lalu di praktekan menurut selera  masing-masing. tasawuf pada intinya adalah  ilmu kerohanian yang membutuhkan seorang MASTER yang ahli untuk membimbing manusia kepada Tuhan. dialah Mursyid yang bukan hanya mengatakan bahwa Allah itu Esa dengan segala sifat-sifatnya tapi juga bisa mengantarkan sang murid bertemu dengan Allah sebagaimana pengalaman Imam Al Ghazali di antarkan kehadirat Allah oleh Guru Mursyidya dalam mimpi.

Ketahuilah sesungguhnya ilmu aqli itu adalah tunggal dalam zatnya dari ilmu inilah lahir ilmu murokab (susunan) di dalamnya di jumpai semua keadaan dua alam dengan kondisinya masing-masing. ilmu murokab itulah yang di namakan ilmu 'Shufiah" (tasawuf). juga mengenai cara hal-ihwal yang jelas, yang di himpun dari beberapa ilmu. ilmu mereka berhubungan  dengan keadaan, waktu, pendengaran, suka cita, kerinduan, mabuk cinta, cerah, penetapan, lebur, kesedihan, kehancuran, pendekatan, kemauan, guru, murid, dan yang berhubungan dengan mereka berupa tambahan-tambahan, sifat-sifat dan kedudukan (al-maqamat).

Dari tiga konsep dasar Islam yang telah di jelaskan di atas ( "Syari'at, Thoriqot, dan Hakikat") sedikit bahasan pengertian tentang tiga konsep tesebut, "Syari'at berarti mengindikasikan ilmu-ilmu dhohir (aplikatif). sedangkan hakikat menggambarkan batiniah (hal yang berhubungan dengan hati). sementara hakikat yang merupakan puncak pencapaian penggabungan amaliah lahir dan batin, biasa di sebut dengan tasawuf, dan yang mengamalkannya di sebut 'Sufi'.

Jika di dalam syariat yang menjadi pokoknya tasawuf untuk melalui thoriqot dalam menuju hakikat-kita dapat membedakan antara halal dan haram, baik dan buruk, serta mengamalkan perbuatan yang baik dan meninggalkan yang munkar. begitu juga dalam hakikat terdapat ilmu untuk mengetahui jalan menuju Tuhan dan metode pendekatan diri (taqorrub) serta aplikasinya dalam ke hidupan, semisal wirid dan dziqir serta amal soleh dan sosial lainnya. maka, dari sini dapat di lihat bahwa ajaran tasawuf murni realisasi syariat dan sufi merupakan golongan pengamal islam secara benar dan sempurna.

Sejarah munculnya sufisme bersamaan dengan awal datangnya Nabi Muhammad Saw. bahkan jauh sebelum diangkat menjadi Rasul beliau adalah seorang yang suka berkhalwat di gua, hidup sederhana atau zuhud dan selalu memikirkan kebenaran. setelah di angkat menjadi Rasul ia selalu mengajarkan kepada para sahabatnya untuk selalu membersihkan diri dan bertafakur atas kebesaran Allah SWT. dengan demikian para sahabat dan para tabi'in yang merupakan pewaris Nabi adalah para sufi yang wira'i (tidak memanjakan diri dengan dunia) melainkan menyerahkan hidupnya kepada Allah SWT.

Meskipun pada masa Nabi dan sahabat belum di kenal istilah tasawuf dan belum di modifikasikan menjadi sebuah cabang ilmu, serta belum ada metode teretentu, namun pada esensinya tasawuf telah ada dan mereka semua adalah sufi, bahkan penggerak pergerakan tasawuf di awal islam.

Pertanyaannya adalah apakah sufisme seperti yang kita ketahui dan kita pahami hanya mengajarkan hal yang bersifat akhirat saja...? dan hidup hanya untuk berdziqir dan berkhalwat saja..? jawabannya adalah : Mari kita kembali melihat dan membuka sejarah Nabi dan para sahabat tentunya.

Bukankah Rasulullah Saw sebagai pembawa agama Islam, deklarator tasawuf dan tarekat serta ajarannya adalah seorang pemimpin negara, politikus, ekonom, sekaligus sebagai pemimpin perang. begitu pula para sahabat da tabi'in selain bertafakur dan berdziqir mereka tidak menafikan kepentingan dan kebutuhan dunianya. tapi semua itu mereka lakukan hanya semata-mata mencari ridho Allah dengan membela agama dan kepentingan hamba-Nya.

Maka jika kita kembali kepada sejarah datangnya islam di indonesia, kita tidak akan lupa dengan peranan 'sembilan wali yang masyhur dengan sebutan 'Walisongo". mereka di kenal bukan hanya sebagai sufi yang mengajarkan agama, namun juga sebagai pelopor kebangkitan bangsa dalam berbagai bidang, baik dalam bidang seni maupun kebudayaan indonesia.

berbekal dengan metodologi dakwah yang tak lepas dari nilai-nilai sufisme di kombinasikan dengan budaya indonesia pada waktu itu, sembilan wali tersebut mampu menyatukan umat dan memperkenalkan islam dengan mudah. islamisasi di indonesia yang di lakukan oleh sembilan wali melalui pendekatan spiritual keagamaan membangun jati diri warga indonesia yang memang sudah ada pada diri warga indonesia.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa ajaran tasawuf atau bertasawuf  bukanlah penutup dan penghalang perkembangan kehidupan, justru tasawuflah yang mampu membangun negara yang berperadaban, berkembang, bermartabat, serta sejahtera. karena tasawuf lebih mereformasi manusia sebagai pelaku kehidupan dalam membentuk sebuah negara yang berdaulat, adil dan sejahtera. sementara politik hanya membentuk dan merubah sistem tanpa pernah menyentuh subtansi akhlak dan perilaku manusia. karena itulah pantas tasawuf di sebut sebagai akhlak kehidupan dan beragama, sebagaimana yang di katakan sebagian ahli sufi : 'tasawuf adalah akhlak maka barangsiapa yang bertambah akhlaknya  maka bertambahlah tasawufnya.

Dengan demikian bertawasuf dengan benar saat ini adalah sebuah kebutuhan hidup manusia yang serba global dan matrealistis. tentunya penting bagi kita memiliki guru seorang mursyid.

//berbagai sumber.





















Share:

0 komentar:


jadwal-sholat