"Lakukanlah apa yang bermanfa'at untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya"

Kamis, 24 Agustus 2017

Wahabi-Salafi-Neo Khawarij


Mari kita telaah dahulu apa saja yang sering kali di bid'ah sesatkan wahabi ?. Antara lain :
  • Melarang dan mengharamkan adzan kedua dalam shalat jum'at. padahal Khalifah Utsman bin Affan ra, yang menganjurkan adzan jum'at dua kali, bukankah para Khulafaur Rasyidin mendapat jaminan dari Nabi Saw. 
    عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَومًا بَعدَ صَلاَ ةِ الْغَدَاةِ مَوعِظَةً بَليغَةً ذَرَفَتْ مِنهَا العُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوعِظَةً مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْحَدُ إِلَينَ يَا رَسُولُ اللهِ قَالَ أُو صِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَطَاعَةِ وَإْنْ عَبْدٌ حَبِشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِن كُمْ يَرَى اخْتِلَل فاَ كَثِيرًا وَإِيَاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَاضَلَ لَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِن كُمْ فَعَلَيهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاَءِ الرَاشِدِينَ الْمَهْدِيِّنَ عَضُّوا عَلَيهَا بِالنَّوَا جِذِ قَالَ أَبُوعِيسَى هَذَا حَدِيثُ حَسَنٌ صَحِيحٌ
"Dari Irbad bin Sariyah ra berkata : Rosulullah Saw pada suatu hari  sehabis sholat subuh beliau menasehati kami dengan nasehat yang cukup keras yang membuat mata menangis hati bergetar. kata seorang lelaki, "Sesungguhnya ini adalah (seperti) nasehat seorang yang ingin berpisah, apa yang akan kau sampaikan kepada kami ya Rosulullah." (kata beliau), "aku berwasiat kepada kalian bertaqwalah kepada Allah, mendengar dan taat sekalipun (yang memerintah itu) adalah seorang budak habasyi, sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat banyak perselisihan, hindarilah perkara-perkara yang baru karena itu adalah sesat, maka siapa diantara kalian yang mendapati itu, maka berpeganglah kalian dengan sunahku dan sunah khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah dengan gigi gerahammu." (HR.Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Thurmudzi : mengatakan bahwa hadist ini adalah hasan shahih)
  • Mengharamkan membaca shalawat kepada Nabi Saw, setelah adzan padahal dalam hadist yang di tegaskan: 
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِوبْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ اَلْمُوءَذَّنُ فَقُولُوا مِشْلَ مَايَقُولُوثُمَّ صَلُّواعَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَ ةً صَلَّى اللهُ عَلَيهِ بِهَا عَشْرًاثُمَّ سَلُوااللهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَ مَنْجِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي اِلَّالِعَبْدٍمِنْ عِبَادِاللهِ وَأَرْجُوأَنْ أَكُونَ أَنَاهُوَفَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةََ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاَ عَةِ
Dari Abdillah bin Umar bin-Al-Ash, Sesungguhnya ia mendengar Nabi Saw berkata : "Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan adzan) maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah untuk ku, karena wasilah itu adalah sebuah tempat di dalam syurga yang tidak layak melainkan untuk seorang hamba dari para hamba Allah, dan aku berharap aku adalah dia, maka barangsiapa yang memohon wasilah untukku maka halal baginya mendapat syafaat (HR.Imam Muslim)

  • Wahabi melarang dan mengharamkan membaca Al-qur'an untuk mayit muslim meskipun surat Al-fatiha. padahal tidak ada penjelasan dalam syari'at yang mengharamkan itu, bahkan Nabi Saw menganjurkan untuk membacanya, seperti hadist :
اقرءوعلى موتاكم يس
"Bacalah surat yasin atas orang yang sudah mati kalian" 
  • Wahabi mengharamkan menggunakan tasbih, padahal ketika Nabi Saw lewat dihadapan seorang wanita yang sedang bertasbih dengan kerikil, beliau sama sekali tidak mengingkari. (Hr. Imam Thurmudzi, Imam Thabrani dan Ibnu Hibban)
  • Wahabi mengharamkan membaca tahlil saat mengantar jenazah, perhatikan firman Allah dalam surat (Qs. Al-Ahzab : 41-42) 
    يَأَيُّهاالَّذِينَءَامَنُوااذْكُرُوااللهَ ذِكْرًاوَسَبِّحُوهُ بُكْرَةًوَأَصِيلاً
"Wahai orang-orang yang beriman berdziqirlah kalian kepada Allah sebanyak-banyaknya, dan sucikanlah Dia pada pagi dan sore hari"
  • Wahabi mengharamkan dan menganggap bid'ah sesat kepada kaum muslimin yang mengadakan peringatan maulid Nabi Saw. yang didalamnya dibacakan tentang sejarah Nabi dari lahir hingga perjuanganya yang terdapat di dalam kitab-kitab rawi, juga membaca Al-qur'an, memberi makan kepada kaum muslimin (kaya atau fakir). setidaknya Al-qur'an menganjurkan yang demikian itu, lihat firman Allah dalam surat (Qs.Al-Hajj :77)
يَأَيُّهاالَّذِينَءَامَنُواآرْكَنُواوآسْجُدُواْوَآعْبُدُواْرَبَّكُمْ وَآفْعَلُواْآلْخَيرَلَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan"

Rosulullah Saw bersabda:
قَالَ رَسُولٌ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ : مَن سَنَّ فِي اْلإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَابَعْدهُ كُتِبَ لَهُ مِشْلُ أَجْرِمَن عَمِلَ بِهاَ ولَايَنْقُصُ مِنْ أٌجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَن سَنَّ فِي اْلإِسْلَامِ سُنَّةً سَئَِّةً فَعُمِلَ بِهَابَعْدهُ كُتِبَ عَلَيهِ مِشْلُ وِزْرِمَن عَمِلَ بِهَا وَلَايَنْقُصُ مِن أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
"Barangsiapa yang mengadakan perbuatan dalam islam berupa perbuatan baik, kemudian diamalkan kebaikan itu setelahnya maka ia akan mendapat pahala kebaikan itu seperti pahala orang yang mengamalkanya tanpa dikurangi sedikitpun pahalanya. dan siapa yang mengadakan dalam islam berupa perbuatan yang jelek, kemudian kejelekan itu diamalkan setelahnya maka ia pun akan mendapat dosa seperti dosa orang yang mengamalkanya tanpa sedikitpun dikurangi dosanya." (Hr.Imam Muslim).
  • Wahabi melarang dan mengharamkan memohon syafa'at dan bertabaruk (mencari berkah) dengan peniggalan-peninggalan Nabi dan orang-orang saleh. padahal tidak ada sedikitpun keterangan baik Al-qur'an maupun Al-hadist yang melarang seseorang memohon syafaa'at dan bertabaruk, seperti dalam sebuah hadist diterangkan: Dari Anas bin Malik ra. "aku memohon kepada Nabi Saw, agar beliau memberikan syafa'at bagiku pada hari kiamat, jawab Nabi "Aku akan lakukan itu. (Hr.Imam Turmudzi)
Demikian juga dengan persoalan tabaruk. Rosulullah Saw pada saat haji wadanya, beliau mencukur rambut kepalanya lantas bicara kepada yang mencukur, "Bagikan rambut-rambut ini, orang itupun membagikan rambutnya diantara para sahabat.

Kemudian pada saat beliau melaksanakan umroh setelah haji wadanya, khalid bin walid pun mengambil rambut ubun-ubun Rosulullah Saw, semata-mata mengambil berkah dan ia letakan di dalam pecinya. suatu saat ia kehilangan rambut Rosulullah dalam peperangan dan terus mencari hingga ketemu, saat itu ia berkata, "didalam peciku ada rambut Rosulullah Saw, dan selama rambut itu bersamaku dalam peperangan, aku selalu mendapat pertolongan". (Hadist dikeluarkan oleh Abu ya'la dalam Musnadnya).

Atau yang pernah dilakukan istri Rosululla Saw, Asma binti Abu Bakar ra, yang pernah merendam jubah Rosulullah Saw untuk kemudian airnya dibagikan kepada mereka yang sakit. (Hr. Imam Muslim).

Juga terhadap Sahal bin sa'ad ra. yang bertabaruk dengan selendang Nabi Saw, "Aku pinta selendangnya untuk aku jadikan kain kafanku kelak aku mati." (Hr.Imam Bukhori)

Teristimewa dalam Al-qur'an tentang Nabi Ya'kub as, yang bertabaruk dengan baju gamis Nabi Yusuf as (putranya).
آذْهَبُواْ بِقَمِيصِى هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْْهِ أَبِى يََأتِ بَصِيرًا وَأْتُونِى بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ
"Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakanlah Dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku." (Qs. Yusuf : 99)
  • Wahabi meng-klaim bahwa merekalah sesungguhnya Ahlus Sunnah Wal Jamaah adapun kelompok diluar mereka adalah bid'ah sesat.
Kalau mereka mau mengkaji, sesungguhnya pelaku bud'ah sesat itu mempunyai karakteristik antara lain :
  • Menggunakan ayat Al-qur'an yang sebenarnya ditujukan kepada orang kafir untuk mengkafirkan kaum muslimin, seperti ayat yang berbunyi :
    ومن أضل ممن يدعوا من دون الله من لا يستجيب له إلى يوم القيمةوهم عن دعآ ءهم غفلون
"Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat mengabulkan doanya sampai hari kiamat dan mereka lari dari (memperhatikan) doa mereka" (Qs. al-Ahqaf : 5)

"Dan janganlah kamu bedoa (menyembah) apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat begitu, maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang zhalim"

"Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar, dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apa pun bagi mereka, meliankan seperti orang yang membukakan kedua telapak tanganya kedalam air supaya sampai air itu kemulutnya, padahal air itu tidak sampai. dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (Qs.ar-Ra'du :14).

Komentar ulama, "ayat-ayat diatas sebenarnya turun kepada orang-orang kafir dimana mereka berkeyakinan bahwa patung-patung yang mereka sembah itu berhak dipertuhankan dan mengagungkanya sebagaimana mengagungkan Tuhan sekalipun mereka meyakini bahwa patung-patung tersebut tidak bisa menciptakan apa-apa. sementara kaum muslimin tetap berkeyakinan bahwa Sang pencipta yang dapat memberikan mudarat dan manfaat dan yang berhak disembah adalah Allah.

Dengan demikian berdalil mengkafirkan kaum muslimin dengan ayat-ayat tersebut di atas adalah tidak benar sebab mereka sama sekali tidak menjadikan para Nabi dan para wali sebagai Tuhan dan sekutunya, mereka adalah hamba Allah dan makhluk-Nya yang tidak patut di sembah.

Dalam hadist yang bersumber dari Ibnu Umar ra, Rosulullah Saw dalam mensifati kaum khawarij berkata : "Mereka sering mengalihkan ayat-ayat Al-Qur'an kepada orang-orang yang beriman yang sebenarnya diturunkan kepada orang-orang kafir.

Dalam riwayat lain yang juga berasal dari Ibnu umar ra. Nabi Saw berkata "Yang paling aku kwatirkan atas umatku adalah seseorang yang men'tawilkan sebagian ayat Al-qur'an bukan pada tempatnya."
  •  Mudah memusyrikan dan mengkafirkan kaum muslimin.
Dalam hadits disebutkan, "Apabila seseorang mengkafirkan saudaranya, maka akan kembali kepada salah satunya ( bisa kepada yang dikafirkan kalau benar kenyataanya ) tapi kalau kenyataanya tidak demikian maka kekafiran itu akan kembali kepada orang yang meng-kafirkan itu. "(Hr.Imam Muslim)

Syekh Abu Bakar al-Baqillani (seorang ulama tokoh sunah wal-jama'ah) mengatakan," Mengislamkan seribu orang kafir dengan satu kesubhatan lebih ringan dari pada meng-kafirkan seorang muslim dengan seribu kesubhatan"

Artinya, dosa meng-kafirkan satu orang islam dengan tuduhan-tudahan yang tidak jelas lebih besar dari pahala meng-islamkan seribu orang kafir dengan satu cara yang tidak jelas (subhat). lain halnya bila ada yang meng-kafirkan seorang dengan tuduhan yang jelas, seperti orang tersebut mengakui kenabian Nabi Mirza Ghulam Ahmad, Mushaddiq, Lia Eden, Tugimin, dan para nabi palsu lainnya.

Paragraf Yang Hilang dalam Tafsir ash-Shawy  :
Ayat ini (surat al-kahfi ayat 6) diperuntukan pada kelompok al-khawarij yang se enaknya menta'wilkan Al-Qur'an dan As-Sunah, mereka halalkan darah dan harta kaum muslimin. di era sekarang pun ada, yaitu firqoh wahabiyah yang mengklaim berada dalam kebenaran, padahal mereka adalah para pendusta yang dikuasai syetan dan di buat lupa dziqir kepada Allah, mereka sebenarnya adalah bala tentara syetan dan kelompok yang rugi. kami memohon kepada Allah agar mencabut mereka hingga keakar-akarnya.
  • Wahabi / Salafi menetang transfer pahala melalui ritual tahlillan, ziarah kubur, talqin dan haul yang biasa di lakukan kaum muslimin dengan alasan bahwa tidak ada lagi kiriman pahala dari yang hidup kepada yang mati. padahal Al-Qur'an perintahkan kita mendoakan saudara-saudara kita se-iman yang telah tiada.
 وَالَّزِيْنَ جاَءُا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلِءِخْوَانِنَا الَّزِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْأِيْمَانِ
وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلَّآ لَّلَزِيْنَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَْكَ رَءُوفٌ رَّحِيْمٌ

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa : "ya Tuhan kami, beri ampun kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahulukan kami dengan ke-imanan dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hasyar : 10)

Kalimat saudara-saudara kami yang telah mendahulukan kami berarti transfer pahala itu ada dan sampai dari yang hidup kepada yang mati, dengan catatan yang kita doa kan adalah yang se-aqidah dengan kita, ini di pahami dari kalimat dengan ke-imanan. padahal Nabi SAW berbicara tentang hubungan yang hidup kepada yang sudah wafat, seperti hadits di bawah ini :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَجُللً قاَلَ لِلنَّبَيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمْ إِنَّ أَبِي ماَتَ وَتَرَكَ مَاللً وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قاَلَ نَعَمْ

"Dari Abu Hurairah ra, "Sesungguhnya seorang lelaki bertanya kepada Nabi Saw. ayahku telah meninggal dunia dan meninggalkan harta sementara dia tidak berwasiat, apakah berguna seandainya aku bersedekah untuknya, jawab beliau "ya" (Hr.Imam Ahmad, Imam Muslim, Imam Nasai dan Ibnu Majah)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولُ اللَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمْ قَالَ إِزَا مَاتَ الْلءِنْسَانُ اِنْقَطَعَ اَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ صَدقَةُ جَارِيَةُ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَو وَلَدٍ صَلِحٍ يَدْعُولَهُ

"Dari Abu Hurairah ra, Rosulullah Saw berkata, "Apabila manusia mati maka terputuslah semua amal ibadahnya kecuali tiga hal : 
  1. Sedekah Jariyah
  2. Ilmu yang bermanfaat
  3. Anak sholeh yang mendoakannya.
(Hr.Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasai, dan Imam Turmudzi).

Coba fahami baik-baik pengertian hadits ini.
Dalam hadits ini disebut kalimat terputus amal ibadahnya. ibadah mana yang terputus...? yaitu ibadah yang pernah di lakukan waktu di dunia tentunya, baik solat, zakat, puasa, haji dan sebagainya dari amal kebajikan. artinya ketika dia wafat semua amal tersebut sudah tidak di jalankan lagi di alam kubur, mengingat kubur adalah darul jaza (negeri pahala) bukan darul 'amal (negeri beramal/beribadah). yang di kubur sedangkan menikmati pahala yang pernah di lakukan. termasuk pahala yang akan di nikmati adalah kiriman (transfer) pahala dari yang hidup baik berupa doa atau harta yang di sedekahkan yang pahalanya diperuntukan bagi si mayit, sebagaimana hadits-hadits di atas tadi.
 
 


Share:

Pesan Moral Keluarga Ibrahim as

 فَلَمَّابَلَغَ مَعَهُ السَّعيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِى الْمَنَامِ أَنِّى أَزْبَحُكَ فَانْظُرْ ماَزَا تَرَى
قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُوءمَرُ سَتَجِدُ نِي إِنْ ثَاءَاللَّهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

Artinya :
"Maka tatkala anak itu (pada umur sanggup) berusaha bersama Nabi Ibrahim, Ibrahim Berkata : Hai Anak ku sesungguhnya aku bermimpi menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu, ia menjawab : wahai ayahku kerjakan apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kau dapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS : As-Shaaffat ayat 102)

Setidaknya ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik dari rangkaian peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim as dan keluarganya.

  • Mutlak dibutuhkan sikap sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT disamping harus bersyukur atas segala karunia yang diberikan. dalam ayat diatas di gambarkan ketegaran dan kesabaran Nabi Ibrahim as dan anaknya Ismail as dalam menjalankan perintah Allah SWT. kemudian dengan rahmat Allah SWT jasad Ismail as diganti se ekor kambing kibas seraya keduanya bersyukur atas karunia yang diberikan. kemutlakan sikap sabar ini terungkap dalam sabda Rosulullah Saw :
الايَمَانُ نِصْفَانِ فَنِصْفٌ فِي الصَّبْرِ وَنِصْفٌ فِي الشُّكْرِ
  
Artinya:
"Iman itu dua bagian, sebagian ada dalam sabar dan sebagian lagi ada dalam syukur" (HR :Baihaqi dari Anas bin Malik ra)

Berbagai peristiwa alam dan  sosial terus melanda negeri kita sebutlah seperti gempa dan gelombang tsunami, banjir, krisis pangan, kerusuhan di berbagai kota dan daerah, maraknya unjuk rasa, bergantinya semua harga barang kebutuhan dan BBM, pengangguran, PHK besar-besaran, meningkatnya angka kriminalitas, hutang luar negeri yang berada di batas kewajaran dan lain sebagainya. Ada baiknya kita semua introfeksi diri (muhasabah)

Apakah kita sebagai makhluk Allah SWT telah sungguh-sungguh menjalankan perintah dan menjauhkan larangan-Nya...? perintah untuk berbuat adil dan kebaikan serta menjauhkan kemunkaran terkadang hanya menjadi lagu wajib para khotib di atas mimbar. berbagai bentuk menyimpangan birokratis maupun sosial sudah menjadi hal yang sangat lumrah bahkan cenderung menjadi budaya negeri ini, sebutlah seperti praktek korupsi, kolusi, manipulasi, arogansi, pornoaksi, pornografi, dan bentuk kemaksiatan dan kemunkaran lainya yang merupakan penomena yang harus segera di akhiri..! bukankah turut melanggar perintah Allah adalah bagian dari manuver dan propaganda syaitan...! tengoklah kembali napak tilas melempar jumroh, bukankah peristiwa itu merupakan simbol dan cerminan keluarga Ibrahim as dalam menentang segala bentuk propaganda syetan...? disambitnya syetan berkali-kali yang selalu membujuk melanggar perintah Allah SWT.

Apakah hita sebgai makhluk Allah telah benar mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Syekh Srirry Siqthi ketika bertanya kepada seseorang muridnya (Syekh) Junaidi al-Bagdady di usia tujuh tahun, 'hai anak, apa itu syukur..? syukur adalah bahwa segala nikmat yang diberikan'. kekayaan, ilmu pengetahuan, jabatan adalah nikmat sekaligus amanat yang harus dipergunakan sesuai jalurnya. tidak sedikit manusia yang di berikan semua itu justru menjerumuskannya ke api neraka lantaran di alokasikan pada jalan yang di murkai Allah SWT.

  • Mutlak di butuhkan kemitraan yang baik antara generasi tua dan muda. Al-Qur'an menggambarkan secara jelas tentang kebersamaan keluarga Ibrahim as. maka pikirkanlah apa pendapatmu...?
Untuk mencapai tujuan generasi tua harus bersikap demokratis dan dialogis kepada generasi muda. Demikan pula seorang pengusaha dengan rakyatnya atasan dengan bawahannya.
Tengoklah sikap Sayyidina Umar ra. ketika dinobatkan menjadi seorang khalifah, "Siapa diantara kalian yang melihat aku berbuat sewenang-wenang (dalam menjalankan roda pemerintahan), luruskanlah aku". saat beliau berkata demikian, berdirilah dua orang pemuda yaitu Bilal bin Rabbah dan Saman al-Farisy, lantas berkata : "Apabila kami melihat anda berbuat sewenang-wenang, kami luruskan dengan pedang..! Sayyidina Umar pun menyambut dan berkata : "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan seseorang dalam umat ini yang apabila aku berbuat sewenang-wenang, ia mau meluruskan ku dengan pedangnya. 

Demikian juga dengan generasi mudanya, selama memang generasi tua menjalankan kebijakan yang tidak bertentangan dengan perintah agama maka harus di dukung. seperti tergambar dalam peristiwa keluarga Nabi Ibrahim as, di mana ismail as (sebagai generasi muda) mendukung dengan perkataan "Sesuatu yang diperintahkan kepadamu niscaya kau dapati aku termasuk orang-orang yang sabar". Ismail as tahu kebijakan ayahnya tidak bertentangan dengan perintah Allah (bukan rekayasa) dalam sebuah hadists di sebutkan :

لَا طَا عَةَ فَي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّا عَةَ فَي الْمَعْرُوفِ

Artinya :
"Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan itu hanya dalam kebaikan".
(HR.riwayat Abu Daud dari Sayyidina Ali ra nomor 2625)
  • Mutlak di butuhkan peran aktif kaum wanita (kaum ibu). Ismail as yang tumbuh sebagai generasi muda yang sabar, tegar dan pintar, tidak lepas dari peran Siti Hajar sebagai ibunya dalam mendidik mental spiritual anaknya (tergambar dalam sejarah peristiwa sa'i) mengingat pada masa kanak-kanak menurut pemerhati ilmu jiwa (psikologi) adalah periode yang subur untuk tumbuhnya jiwa agama. semenjak dini seorang ibu harus menanamkan triologi iman-ilmu-amal (sikap-pengetahuan-perbuatan) sehingga nanti anaknya akan tumbuh sebagai generasi yang cerdas, berakhlak mulia dan terampil. sebaliknya jika seorang ibu kurang berperan, maka hanya akan memproduksi generasi muda yang tidak banyak di harapkan oleh agama dan masyarakat.
  • Mutlak tidak ada lagi korban manusia buat sebuah kepentingan ritual. terlalu mahal harga manusia untuk dikorbankan hanya ingin memuaskan sebuah praktek ritual. Allah SWT muliakan manusia seperti yang terjadi dalam peristiwa Ibrahim as dan putranya, dimana Allah menggantikan jasad Ismail as dengan se ekor kambing kibas.   






Share:

Rabu, 23 Agustus 2017

Hukum Menyembelih Hewan Qurban

Para imam mazhab sepakat bahwa udhiyyah (penyembelihan hewan kurban ) disyari'atkan dalam Islam. namun mereka berbeda pendapat, apakah kurban itu hukumnya sunah apa wajib...? 

Menurut pendapat Imam Malik-Syafi'i-Hambali dan para ulama pengikut imam Hanafi : kurban Hukumnya adalah Sunah Mu'akadah. sedangkan menurut imam Hanafi sendiri hukum kurban adalah Wajib atas penduduk kota-kota besar, yaitu orang-orang yang mempunyai harta satu Nisab.
Share:

Selasa, 22 Agustus 2017

Tujuan Penyelenggaraan Manaqib

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh,, Pembaca yang budiman yang di muliakan Allah SWT tempo hari Penulis pernah membahas apa itu manaqib dan bagaimana praktik manaqib.  pada kesempatan kali ini saya akan membahas dan sedikit mengupas tujuan dari manaqib itu sendiri.

Penyelenggaraan manaqib yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada umumnya di dasari maksud dan tujuan tertentu dan tentunya bervariasi dan sangat beraneka ragam, diantaranya adalah :

  • Untuk bertawasul kepada Sulthon Aulia Syekh Abdul Qadir Al-jailani dengan harapan agar permohonannya dikabulkan oleh Allah dan dilakukan atas dasar keimanan semata-mata hanya kepada Allah SWT. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5 : 35 : 
يَاأَيُّهَا اْلَزينَ اَمَنُواْاتَّقُواالّلَهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِ سَبِيْلِ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِهُمْ

 Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan kepada-Nya, dan berjuanglah di jalan Allah supaya kamu menjadi orang yang beruntung. 
  • Untuk melaksanakan nazar karena Allah semata-mata, bukan karena maksiat. hal ini di isyaratkan kepada Nabi saw dalam sabdanya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
 مَنْ نَزَرَ أَنْ يُتِيْعَ اَللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَزَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ

Artinya :
"Siapa yang bernazar karena menaati Allah semata, laksanakan nazar itu, Dan siapa yang bernazar karena maksiat kepada Allah, gagalkanlah nazar tersebut.

  • Untuk memperoleh berkah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Hal ini sebagaimana hadits yang dinukilkan oleh Syekh Musthafa Abush shaif dalam kitabnya Ghautshul Ibad halaman 32. 
  • Untuk mencintai, menghormati, dan memuliakan para ulama salafhus sholihin, aulia, syuhada, dan lain-lain. karena hal itu di anjurkan Rasulullah saw.
  • Memuliakan dan mencintai dzuriyah Rasulullah saw. Ahlul Bait atau keluarga Rasulullah sangat di muliakan oleh Allah dengan menghilangkan dosa-dosa mereka sehingga tetap terpelihara kesucianya. hal ini di sebutkan dalam Al-Qur'an surat (Al-Ahzab ayat 33 : 33).


إِنَّمَا يُرِيْدُاللَّهَ لِيُزْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَ كُمْ تَطْهِيْرًا
Artinya :
".....Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hal ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Berpijak dari ayat ini, selayaknya umat islam menghormati dan memuliakan Syekh Abdul Qadir Al-jailani, karena di samping sebagai Sulthon Aulia, seorang tokoh sufi, dan pemimpin Thoreqot Mu'tabaroh, dia juga seorang dzuriyah Rosulullah saw. oleh karena itu hendaklah kegiatan manaqib di samping sebagai sarana ibadah, diniatkan juga untuk mencintai dzuriyah nya Rosulullah saw. Firman Allah dalam surat (Q.S.Asy-Syura ayat 42 : 23)

قُلْ لَآأَسْءَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًاإِلَّا الْمَوَدَّةَ فىِ الْقُرْبىَ   

Artinya:
"Katakanlah (wahai muhammad) "Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.

Pengertian ayat ini adalah seseorang yang mencintai atau menghormati atau memuliakan keluarga nabi saw. ayat mulia tersebut dengan tegas memberi pengertian kepada kita bahwa mencintai para anggota keluarga atau ahlul bait Nabi saw merupakan suatu hal yang di minta oleh junjungan kita Nabi Muhammad Rosulullah saw. sedangkan sesuatu yang di minta oleh beliau hukumnya adalah wajib. Hal ini karena apapun yang di minta beliau juga di minta Allah Azza Wa Jalla. kewajiban itu menjadi lebih kuat lagi kedudukan hukumnya karena telah menjadi ketetapan firman Allah dalam kitab suci-Nya Al-Qur'an. dengan begitu mencintai, menghormati dan memuliakan keluarga Nabi saw atau dzuriyahnya adalah di puji oleh Allah SWT. 

Sebagai penutup dari postingan ini perhatikanlah keterangan hadits di bawah ini :

Rosulullah saw bersabda :

أَرْبَعَةٌ أَنَا لَهُمْ شَفِيْعٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ:
اَلْمُكْرِمُ لِزُرِ يَّتِى وَالْقَاضىِ لَهُمْ حَوَأبِحَهُمْ
وَالسَّلِي لَهٌمْ فىِ أٌمُوْرِهِمْ عِنْدَ ماَاضْطَرُّواْ
إْلَيْهِ وَالْمُجِبُّ بِقَلْبِهِ وَلِساَنِهِ

Artinya:
"Empat golongan yang aku akan memberi syafaat kepada mereka pada hari kiamat, yaitu :
  • Orang yang menghormati keturunanku;
  • Orang yang memenuhi kebutuhan mereka;
  • Orang yang berusaha membantu urusan mereka disaat mereka memerlukannya;
  • dan orang yang mencintai mereka dengan hati dan lidahnya (ucapannya).
 
 
Semoga bermanfaat.




Share:

Senin, 21 Agustus 2017

Keutamaan Membaca Sholawat Nabi SAW

Sebagian sahabat berkata kepada baginda Rosulullah Saw : Allah Bersholawat  sepuluh kali bagi orang yang bersholawat untukmu satu kali. apakah yang demikian itu bagi orang yang hadir hatinya". beliau bersabda : "tidak, tetapi itu adalah bagi setiap orang yang bersholawat yang lalu, dan Allah memberinya pahala seperti gunung, para malaikat mendoakan dan memohon ampun kepadanya. adapun apabila ada yang menghadirkan hatinya sewaktu orang itu bersholawat kepadaku, maka tidak ada yang mengetahui kadar hal itu kecuali Allah Ta'ala". dalam hal ini Nabi bersabda :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَا


Artinya :
"barang siapa yang bersholawat (memohon rahmat Allah) atasku satu kali, maka Allah memberikan rahmat kepadanya sepuh kali". 

Hadits yang diriwatkan oleh Imam Muslim, Abu dawud, An nasa, ibnu hiban dari Abu hurairah ra. dan dalam shohih muslim dari Abdullah bin Amru bin Al 'Ash bahwa ia mendengar Rosulullah saw bersabda : 'siapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah bersholawat atasnya sepuluh kali. demikian sebagaimana yang disebutkan An-Nawawi dalam Al-Adzakar.

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ اَلْفَ مَرَّ ةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يُبَشَّرَ لَهُ بِالْجَنَّةِ

Artinya:
"Barangsiapa yang membaca sholawat seribu kali, maka dia tidak akan mati sehingga dia digembirakan dengan syurga".

Dalam riwayat lain disebutkan : "Siapa bersholawat atasku seribu kali, maka ia digembirakan dengan syurga sebelum matinya".

Lihat bagaimana reaksi bagi orang yang membaca sholawat, satu kali sholawat yang kita baca untuk Nabi saw, sepuluh kali Allah membalasnya dan memberikan rahmat kepada si pembaca sholawat tersebut. kita sebagai umat muslim sewajarnya kita bersholawat untuk Nabi meskipun ditengah-tengah kesibukan dan aktivitas kita karena Allah dan para Malaikat pun bersholawat untuk Nabi Muhammad Saw.

dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rosulullah saw bersabda :

مَنْ نَسِيَ الصَّلآةَ عَلَيَّ فَقَدْ اَخْطَأَ طَرِ يْقَ الْجَنَّةِ

Artinya:
"Barangsiapa yang lupa bersholawat kepadaku, maka dia tersalah pada jalan syurga".

Yang dikehendaki Nabi saw, dengan kalimat Lupa adalah ; meninggalkan dengan sengaja, maka apabila orang yang meninggalkan membaca sholawat tersalah jalan ke syurga adalah orang yang berjalan ke syurga, karena telah diriwayatkan dari Abu hurairah ra bahwasanya ia berkata : "Sholawat atas Nabi saw adalah jalan kesyurga". demikian sebagaimana disebutkan Samlawi. Nabi saw bersabda :

اِنَّ اَوْلَى النَّا سِ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ اَكْشَرُهُمْ عَلَيَّ صَلآَ ةً
Artinya :
"Sesungguhnya orang yang lebih utama (dekat) kepadaku pada hari kiamat adalah mereka yang lebih banyak bershalawat atasku".

Maksud dari hadits diatas ialah: bahwa manusia yang lebih utama kepada Nabi pada hari kiamat adalah mereka yang paling banyak membaca sholawat kepada Nabi saw dan mereka berhak mendapat syafaat dari Nabi Muhammad saw, sebab itu menunjukan benarnya kecintaan dan sempurnanya hubungan. maka kedudukan mereka di akhirat diperhitungkan berdasarkan terpautnya amalan yang demikian itu. Hadits riwayat Imam Bukhari, Turmudzi, dan ibnu Hiban dari Ibnu Mas'ud dengan sanad yang shohih.

Dengan membaca sholawat pula itu dapat melenyapkan dosa, sebagaimana air melenyapkan api, seperti dikatakan Abu Bakar As-Shiddiq ra, bahwa sholawat atas Nabi saw, menghapuskan dosa-dosa dari air karena hitamnya papan. Nabi bersabda :

صَلَآ تُقٌم عَلَيَّ مَحَّا قَةٌ

Artinya:
"Do'a sholawatmu semua kepadaku adalah pelebur dosa".

Begitu banyak manfaat dari membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Saw, sampai ketika kita berdoapun itu harus di iringi dengan sholawat kepada beliau karena jika tidak demikian doa kitapun tidak di ijabah oleh Allah, oleh karenanya Sayidina Ali bin Abi Thalib berujar, "Tiadalah dari suatu doa melainkan antara doa  dan langit terdapat batasan (Hijab) sehingga doa itu di bacakan sholawat untuk Nabi Saw. apabila telah dibacakan sholawat maka terbakarlah hijab (batasan) itu, lalu doa itu di kabulkan.

Al-Kisah ada sebuah riwayat, berkatalah Ahli Sufi : "Ada seorang tetanggaku yang berlaku boros berlebih-lebihan atas dirinya, dia tidak memperdulikan hari ini dan hari kemarin karena bodohnya dalam bermabuk-mabukan. aku telah menasehatinya tapi dia tidak mau menerima, akupun menyuruhnya bertaubat, namun dia tidak mau berbuat. ringkas cerita dia telah meninggal dunia, dan aku melihatnya dalam tidur (aku bermimpi) orang yang bermabuk-mabukan itu, yang selalu berlebih-lebihan atas dirinya berada di tempat yang tinggi dengan perhiasan hijau dari perhiasan syurga berupa pakaian kemuliaan. Lalu aku bertanya kepadanya : "Dengan apa engkau memperoleh martabat yang agung ini ? "Dia menjawab: "Pada suatu hari saya pernah datang di mazlis dziqir, dan saya mendengar seorang Alim berkata: "Siapa yang bersholawat atas Nabi saw, dan mengeraskan suaranya maka wajib baginya masuk syurga. kemudian seorang Alim itu mengeraskan suaranya dengan sholawat kepada Nabi saw. lalu saya pun mengeraskan suara saya, begitu juga orang banyak ikut mengeraskan suaranya, seluruhnya memohon ampun, maka saya pun memperoleh bagian ampunan dan rahmat. Subhanallah Allahu Akbar



Share:

Sabtu, 19 Agustus 2017

Pelaksanaan Manaqib

      Pelaksanaan Kegiatan manaqib di Indonesia selalu identik dengan manaqib Syech Abdul Qodir Al-Jailani, meskipun sebenarnya terdapat juga manaqib lainnya, seperti manaqib Syech Abdul Qasim Al-Junaidi Al-Bagdadi dan manaqib tokoh-tokoh lainnya. bahkan ada yang menyebut Dulkadiran. ini menandakan kentalnya pengaruh Syech Abdul Qadir Al-Jailani di indonesia. 

    Manaqiban sudah menjadi suatu upacara yang mentradisi dan terus berkembang di tengah-tengah masyarakat Islam di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan pada setiap saat dan kapan saja.

Apa itu Manaqib....? pada kesempatan lalu Penulis sudah membahasnya tentang Arti Manaqib

Acara manaqiban dibuka dengan pembacaan surat Al-Fatiha yang pahalanya ditujukan kepada Nabi, Syuhada, Sholihin, Auliya, dan lain-lainnya dibawah pimpinan seorang Imam dan diteruskan dengan pembacaan do'a. setelah itu barulah dimulai pembacaan manaqib.

Adapula diantara mereka yang menggunakan cara langsung yaitu menunjuk seorang dengan membaca kitab manaqib. setiap kali nama Syech Abdul Qadir Al-Jailani disebut, jama'ah manaqib menjawab bersama surat al-fatiha, dan ada yang membaca doa, "Rodhiallahu Anhu". apabila bacaan telah sampai pada cerita seekor ayam yang hidup kembali karena berkah karomah Syech Abdul Qadir Al-Jailani, dan ayam tersebut berkokok-kokok dalam bentuk dziqir :

لآإله إلّآ الله محمد رسول الله ثيخ ابدالقاد رالجيلآ ني وليّ الله 

Artinya :
"Tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Waliyullah".

Para jama'ah bersama-sama menirukan dziqir tersebut.

Saat penutup, diteruskan dengan pembacaan doa istighatsah atau disebut dengan Istighatsahan yang isinya bertujuan bertawasul melalui Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang semasa hidupnya dikenal sebagai pribadi dan ulama besar, agar permohonannya dikabulkan oleh Allah SWT. Yang Maha Kuasa dan mengabulkan segala doa. Aamiin
Share:

Arti Manaqib

Manaqib berasal dari bahasa Arab, dari lafadz "naqaba, naqabu, naqban", yang berasal menyelidiki, melubangi, memeriksa dan menggali. kata "manaqib" adalah jama' dari lafadz "manqibun" yang merupakan isim makan dari lafadz "naqoba".
Dalam Al-Qur'an lafadz "naqaba" disebut tiga kali dalam berbagai bentuknya, yaitu "naqaba,naqban", dan "naqiba". diantaranya adalah :

  1. Dalam surat Al-Maidah ayat 12 yang mengandung arti Pemimpin.  

و لقدأخزالله ميثاق بني إسراءيل وبعثنامنهم اثنى عشر نقيبا (الماءدة:١٢)

Artinya : 
"Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) bani israil dan telah kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin...."
Surat Al-Kahfi ayat 97 yang berarti menolong :

فمااستطاعواأن يظ هروه ومااستطاعواله نقبا (الكهف :٩٧)
 
 Artinya :
"Maka mereka tidak dapat mendakinya dan mereka tidak dapat (pula) menolongnya"
Surat Qaf ayat 36 yang berarti menjelajah :

وكم أهلكناقبلهم من قرن هم أشدمنهم بطثافنقبوأ فلبلآد هل من محيص (ق:٣٦)

 Artinya :
"Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya dari pada mereka ini, maka mereka ( yang telah di binasakan itu ) telah pernah menjelajah beberapa negri. Adakah ( mereka ) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)."

Melihat arti lafadz "naqaba" pada ketiga ayat di atas, ternyata ada kesesuaian dengan arti lafadz "naqaba". ayat 36 surat Qaf yang berarti menjelajah sejalan dengan salah satu tujuan munculnya manaqib, yaitu menyelidiki, menggali, dan meneliti sejarah kehidupan seseorang untuk selanjutnya disiarkan kepada masyarakat umum agar menjadi suri tauladan.

Surat Maidah 12 yang berarti pemimpin, juga sesuai dengan bentuk manaqib tersebut yaitu berisi riwayat hidup seoarang pemimpin yang dapat menjadi panutan umat, dan surat Al-Kahfi ayat 97, yang berarti menolong pun sejalan dengan tujuan mengadakan manaqib, yaitu agar mendapatkan berkah dari Allah SWT. yang dapat menjadi perantara datangnya pertolongan Allah.

Dari pemaparan ini, dapat diambil suatu pengertian bahwa manaqib adalah riwayat hidup yang berhubungan dengan seorang tokoh masyarakat yang menjadi suri teladan, baik mengenal silsilah, akhlak, keramahan, dan sebagainya.

Meskipun ada juga yang mengartikan manaqib dengan makna lain seperti Prof. H. Mahmud Yusuf dalam kamus arab indonesia yang mengartikan manaqib adalah jalan di gunung, kebaikan, sifat, arti tersebut tetap relevan dengan keberadaan manaqib itu sendiri. karena manaqib juga membicarkan masalah kebaikan dan sifat-sifat tokoh itu.

Dalam hal ini, arti yang lebih cocok adalah yang terdapat dalam kamus Al-Munjid halaman 630 yang mengartikan kata "manaqibul Insan"

ماَ عَرَفَ مِنَ الخِصَ لِ الْحَمِيدَةِ وَاْلَأ خْلآ قِ الْجَمِيلَةِ  

Artinya :
"Apa yang dikenal pada diri manusia tentang budi pekertinya yang terpuji dan akhlaknya yang baik.




Share:

Moralis minus Fiqih

Komentar Ulama, siapa saja yang ber-tasawuf tapi tidak berfiqih maka dia zindiq. dan siapa saja yang ber-fiqih tapi tidak ber-tasawuf maka dia fasiq.

Sebuah kekeliruan fatal saat orang bertasawuf (ber-akhlaq/ber-thoriqoh/ber-suluk/ber-riyadhoh) tapi tidak pernah mengerti dunia fiqih (hukum islam), dan juga tidak cukup bagi faqih mencampakkan dunia tasawuf.

Fiqih berbicara soal sah dan batal, halal dan haram, sunah dan makruh, serta mubah. tasawuf berbicara soal sempurna dan tidak sempurna, afdhol dan tidak afdhol, layak dan tidak layak, melanggar dan tidak melanggar.

Faqih (pakar hukum islam) mengetahui persoalaan ini halal dan haram, suci dan najis. sementara sufi (moralis islam) mendekati yang halal dan suci dan menghindar dari persoalan haram dan najis.

Jadi, tidak cukup hanya 'alima (mengetahui) tapi juga harus 'amila (mengamalkan), ber'amila juga tidak cukup tanpa ber'alima. dalam kata lain tidak cukup hanya bergelar 'Alim tanpa 'Amil. juga tidak layak hanya bergelar 'Amil tanpa 'Alim.

Alkisah, ada dua orang kakak beradik tinggal disebuah desa. sang adik berangkat mengaji menimba ilmu sementara sang kakak mencukupkan dirinya di rumah dan ramah lingkungan bukan hanya kepada manusia tetapi binatang juga.

Suatu ketika sang kakak pergi ke sawah memanggul pacul, belum sampai ketujuan, tanpa disengaja menginjak seeokor katak yang sedang asik nongkrong di bawah dedaunan di pinggir parit, "ngek" demikian bunyi injakan tak sengaja sang kakak ini pada katak tadi. demi mendengar suara meringsek tadi, sang kakakpun secepat kilat cari tahu apa yang barusan saja di injaknya. Oh...rupanya seekor katak yang sedang menggelepar sekarat akibat injakannya. perasaan bersalah dan bersedih lantaran pijakannya tadi, lantas saja katak yang sekarat itu di comot dan diletakkan di tangan kirinya sambil bersedih, "Oh, maafkan aku, aku tak sengaja menginjakmu, aku akan membawamu pulang untuk ku obati." ditengah perjalanan, sang katak itupun menghembuskan nafas terakhir. si kakak semakin sedih kemudian sebagai rasa sayangnya kepada hewan itu, katak itupun dijemur berhari-hari hingga kering, selanjutnya dimanapun si kakak ini sholat, katak itu selalu berada bersamanya diselipkan di pecinya. kejadian ini terus berlangsung hingga si adik pulang sari pasantren.

Suatu ketika keduanya sholat berjamaah, dengan imam sang kakak yang lebih tua. selesai sholat berjama'ah, sang kakakpun bercerita dari A hingga Z kejadian yang menimpa dirinya dengan katak yang masih diselipkan di sela pecinya.

Si adik pun rupanya tak banyak menanggapi cerita kakaknya. dan lantas saja ia mengulang sholatnya secara munfarid dan dengan keyakinan bahwa sholat berjama'ah tadi tidak sah karena sang kakak jelas-jelas membawa bangkai yang tidak dimaaf di pakaian dan di badan dalam sholat.
Share:

Rabu, 16 Agustus 2017

Kemuliaan Al-Qur'an


لَا يَمَسُّهُ إِلَّا اْلمُطَهَّرُونَ

"Tidak ada yang menyentuhnya 
Kecuali mereka yang suci" (Qs.Waqi'ah : 79)

Mayoritas Ulama menafsirkan bahwa yang di maksud ayat ini adalah kaum Lafzhinya yaitu Al-Qur'an yang sehari-hari kita baca,bukan dikembalikan kepada kalam-Nya yang berada di lauhil Mahfuz, sebagaimana yang dimaksud dari redaksi "mereka yang suci" adalah orang-orang yang berwudhu, tidak di tafsirkan pada malaikat.

Memang ada sebagian Mufasir yang mengembalikan kata ganti (dhomir) "nya' dikembalikan kepada Al-Qur'an yang berada diLauhil Mahfuz, kemudian redaksi mereka "mereka yang suci" ditafsirkan para malaikat. walau sah-sah saja wacana ini dikemukakan, namun dari perspektif theologis bukankah kalam lafzhinya adalah cerminan dalam kalam Haqiqinya..?

Dengan demikian,sebagaimana dalam kalam haqiqinya adalah suci maka kalam Lafzhinya juga suci. dan naif rasanya bila sesuatu yang suci tidak di sikapi dengan kesucian juga.

Apalagi ditinjau dari aspek moral, mereka yang memegang kitab suci dengan berwudhu lebih punya nilai ketimbang yang tidak berwudhu (berhadats) bukankah Al-Qur'an disepakati sebagai Kalamullah  ? tentu berbeda dengan kalam manusia yang dalam kondisi berhadats sekalipun masih pantas untuk dipegang.

Bukankah kemuliaan seseorang bisa diukur seberapa jauh dia memuliakan apa yang Allah dan Rosulnya muliakan. Al-Qur'an bukan surat kabar, bukan surat pacar, bukan majalah, bukan maklah tapi ia adalah Kalamullah yang suci.

bahkan dari sikap enggan berwudhu memegang Al-Qur'an, timbul juga akhlaq yang kurang terpuji semisal meletakan Al-Qur'an dibawah lebih rendah dari kakinya sendiri. Naudzubillah !..

Seorang waliyullah yang bernama Bishr al-Hafi pernah mengalami pengalaman spiritual yang luar biasa. padahal julukan al-Hafi yang berarti seorang yang tidak beralas kaki merupakan ejekan manusia yang ada di sekitarnya saat itu.

Adalah dalam suatu perjalanan dia melihat lembaran yang bertuliskan bismillah berada di bawah nyaris diinjak oleh manusia yang berlalu lalang, melihat kejadian itu diambilnya lembaran tersebut kemudian setelah sampai dirumahnya lembaran itu diletakan dilemari. pada malam harinya dia bermimpi ada suara yang mengatakan "sebagaimana kau angkat namaku, maka aku angkat namamu". sejak kejadian mimpi tersebut, saat itu dia cukup disegani bahkan tidak sedikit manusia saat itu yang ingin bersamanya.

Anak Kecil dan Al-Qur'an
Para fuqoha (ahli fiqih) berkomentar ada dua alasan yang melatarbelakangi tidak dilarangnya anak kecil berhadats membawa Al-Qur'an ; 1.karna hajat ta'lim 2.sulitnya (masaqqah) anak kecil itu terus-menerus dalam keadaan suci. Tapi bila Al-Qur'an yang dibawa tersebut untuk dipermainkan maka merekapun sepakat siapapun wajib melarang dan mengambil Al-Qur'an itu dari tangannya.

Jadi setujuhkah bila anda yang berhadats kemudian dengan beraninya menyentuh Al-Qur'an disejajarkan dengan seorang bocah ?

Untuk itu berwudhulah dan sailahkan Al-Qur'an diletakan di pangkuanmu atau di atas lekar saat anda membacanya dan jauhi su'ul adab pada kitab suci-mu.

Kebanggaan Semu
Menjadikan Al-Qur'an terus bertengger di lemari kaca tanpa pernah mau dibaca apa lagi mengkajinya bersama para Ulama.

Digunakan sebagai mas kawin agar terkesan islami
dijadikan benda keramat dibungkus kain berwangi
adalah bagian dari sikap su'ul adab pada Al-Qur'ani sebagai petunjuk jalan ilahi.

Ingat  ! bagaimana mau meneladani,
mengkaji dan menggali saja tidak..!
Bagaimana mau mengkaji dan menggali,
wong punya saja tidak !!
Bagaimana mau punya, buat beli perabot seisi rumah saja katanya sudah tidak cukup !!














Share:

Rabu, 09 Agustus 2017

POTRET UMAT NABI SAW

"Kemudian kami wariskan Al-Kitab kepada hamba-hamba yang kami pilih, maka sebagian besar ada yang zhalim kepada dirinya, sebagian lagi ada yang pertengahan dan sebagian lagi ada yang terdepan terhadap kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar" (QS.Fathir :32)

Tafsir
Hamba-hamba yang kami pilih adalah umat Nabi Muhammad SAW. dari masa sahabat, tabi'in dan generasi sesudahnya (Syeikh Zamakshsyari)

Zhalim Kepada dirinya adalah mereka yang amal kejahatannya lebih unggul dari amal kebaikannya (Imam Hasan al-Bishri) atau mereka yang membaca AL-Qur'an tetapi  tidak mau mengamalkannya (Syeikh as-Shabuni)  atau mereka yang lalai dalam mengerjakan kewajiban dan suka mengerjakan sebagian yang dilarang (Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki)

Pertengahan adalah mereka yang amal kejahatan dan amal kebaikannya seimbang (Imam Hasan al-Bhisri) atau mereka yang mengamalkan Al-Qur'an dalam berbagai kesempatan lain (Syeikh as-Shabuni) atau mereka yang mengerjakan kewajiban, meninggalkan yang dilarang, meningggalkan sebagian yang mubah dan mengerjakan sebagian yang makruh (Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki) 

Terdepan terhadap kebaikan adalah mereka yang amal kebaikannya lebih unggul dari amal kejahatannya  (Imam Hasan al-Bhisri) atau mereka yang mengamalkan Al-Qur'an secara Kaffah (Syeikh as-Shabuni) atau mereka yang mengerjakan seluruh kewajiban, meninggalkan seluruh yang dilarang dan yang di makruhkan dan melakukan sebagian yang mubah (Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki)


Komentar Ibnu Abbas ra, "yang terdepan dalam melakukan kebaikan masuk ke dalam syurga tanpa hisab, yang pertengahan masuk syurga dengan rahmat Allah, sementara yang zhalim kepada dirinya masuk syurga dengan syafa'at Nabi Muhammad SAW.

Imam Ahmad bin Hanbal memperkuat komentar Ibnu Abbas di atas dalam sebuah riwayat haditsnya yang bersumber dari Abi Darda ra mendengar Rasulullah SAW membaca ayat tersebut (Fathir:32) kemudian beliau menguraikan makna ayat ini yaitu, "Adapun mereka yang terdepan (melakukan kebaikan) maka mereka itulah yang akan masuk syurga tanpa hisab dan mereka yang pertengahan maka mereka itulah yang akan di hisab dengan hisab yang ringan sementara yang zhalim kepada dirinya sendiri mereka itulah orang-orang yang akan di tahan dalam padang masyar yang cukup lama kemudian Allah SWT menutupi mereka dengan rahmat-Nya dan mereka berkata sesudah itu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Syukur". 


source :
 - Tafsir Shafwa at-Tafasir, Muhammad Ali as-Shabuny
 - Syarafu al-Ummah al-Muhammadiyah, as Sayyid Muhammad al-Maliki
 - Muhammad Yusuf Hidayat
  



 

 
Share:


jadwal-sholat