"Lakukanlah apa yang bermanfa'at untuk dirimu dan berpegang teguhlah dengannya"

Kamis, 23 Juli 2015

Hakikat Ibadah

Sebagaimana kita ketahui bahwa pemahaman keagamaan dari kalangan Wahabi-Salafi-Kaum khawarij Modern berbeda dengan mayoritas kaum muslimin. Hal ini Nampak misalnya dalam memandang hukum bertawassul dan ber-istighatsa, bahkan mereka tidak segan-segan menganggap musyrik terhadap bacaan-bacaan shalawat dan doa yang telah menjadi tradisi Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sejak masa salafus shaleh hingga dewasa kini.

Hakikat Ibadah
Secara etimologis (bahasa) para ulama mengartikan Ibadah dengan Makna ketundukan yang lahir dari puncak kekhusyuan, kerendahan diri dari kepatuhan kepada Allah Swt. Al Imam Abu Ishak Ibrahim bin Al-Sari al-Zajjaj (241-311 H/855-924 M) mengatakan :
العبادة فى فى لغة العربالطاعةمع الخضوع
"Ibadah dalam bahasa arab adalah ketundukan yang disertai kerendahan diri kepada Allah."

Al-Imam Abu Al-Qasim al-Husain bin Muhammad bin Mufaddhal yang dikenal dengan al-Raghib al-Ashfihani (w.502 H/1108 M) juga seorang pakar bahasa dan tafsir berkata dalam kitab Mu'jam Mufroodat Alfazh Al-Qur'an :
العبادغايةالتذلل
"Ibadah adalah puncak dari kepatuhan dan keendahan diri kepada Allah"

Al-Imam Al-hafizh Taqiyyudin al-Subki (683-756 H/1240-1355 M) Seorang pakar Fiqih, bahasa dan tafsir ketika menafsirkan ayat :
اِيَّاكَ نَعْبُُدُ
"Hanya engkaulah yang kami sembah" (Qs.Al-Fatiha :5) Berkata :
اي نخصك يالعبادةهى أقصى غايةاالخشوع والخضوع
"Yakni, Kepada-Mulah kami khususkan beribadah yang merupakan puncak dari rasa kekhusuan dan kerendahan"

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah merupakan ketundukan, kepatuhan, puncak dari penghambaan diri dan kerendahan diri kepada Allah Swt. Ibadah dalam pengertian ini, tentu hanya diberikan kepada Allah Swt. tidak kepada yang lainya. disamping itu kita pun harus memahami tentang al-Khalik dan al-Makhluk, serta sederhana dapat ditegaskan bahwa al-Khaliq adalah Zat penentu segalanya, yang mendatangkan manfaat dan mudharat dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. ini adalah posisi Al-Khaliq yang tidak dimiliki Al-Makhluk. sedangkan makhluk hanyalah merupakan hamba yang sama sekali tidak memiliki kemaampuan untuk mendatangkan manfaat, bahaya, kematian, kehidupan dan lain sebagainya. Al-Qur'an menegaskan :
قُُلْ لَّآاَمْْلِكُ لِنَفْْسِيْ نََفْْعًا وََّلَاضَرًّا الَّامَاشَاءََاللهُُ وَلَوكُنْتُ اَعْلَمُ الْغَيبَ لَاسْتَكْشَرْتُ مِنَ الْخََيرِومَا مَسَّنِيَّ السُُّوءُاِنْ اَنَاْ اِلََّانَذِيرٌوََّبَشِّيرٌلِّقَومٍ يُّؤمِ مِنُونَ
"Katakanlah: (Muhammad) "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali dikehendaki Allah. dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan di timpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman" (Qs. Al-A'raf : 188)

Kesadaran akan posisi Al-Khaliq dan Al-Makhluk ini pada akhirnya menjadikan kita dapat menilai dangan pasti apakah praktek amaliah keseharian kita termasuk dalam katagori syirik atau tidak...? Ketika sesorang mencampur adukan posisi Al-Khaliq dengan Makhluk, misalnya dengan meyakini bahwa sebagian makhluk memiliki kemampuan untuk mendatangkan mudharat dan manfaat tanpa dengan izin Allah dan kehendak Allah, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan telah melakukan perbuatan syirik yang nyata. Wallahu A'lam

(Sumber : Muhammad Yusuf Hidayat-KH. Ma'mur Murod)
Share:

0 komentar:


jadwal-sholat